Pada dewasa ini
masyarakat Indonesia sedang demam lagu Dibanding-bandingke, higga
berdengung di istana negara pada momen hari kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus
2022, yang dilantunkan oleh seorang bocah berasal Banyuwangi yaitu Farel
Prayoga. Lagu ini masuk pada genre dangdut yang dewasa ini sedang meledak.
Selain lagu tersebut, ada juga lagu Joko Tingkir ngombe dawet, namun
lagu ini menuai banyak kecaman, terutama dari golongan ulama. Lagu ini dianggap
merendahkan nama besar Joko Tingkir, walaupun pada akhirnya sang pencipta lagu
tersebut mengucapkan permohonan maaf. Selain lagu bergenre dagdut, Indonesia
pernah dilanda beberapa genre musik, seperti genre keroncong, rock, metal,
hardcore, pop, hip hop, yang terakhir adalah Gambus dan Kasidah.
Saat ini lagu gambus atau kasidah yang
bernuansa religi, hanya laku menjelang bulan ramadan atau untuk memeriahkan
acara pernikahan dan khitanan. Namun hal ini tidak terjadi pada tahun 1970-an,
lagu gambus dan kasidah banyak bertebaran, hingga beberapa grup musik bergenre
pop seperti Koes Plus pernah membawakan genre kasidah. Sejarah kemunculan musik
gambus beriringan dengan sejarah datangnya para pendatang dari Timur tengah,
terutama Hadramaut, Yaman. Dimana dalam buku Ricklefs, Sejarah
Indonesia modern 1200-2008 pada pertengahan abad ke-10 M Sriwijaya telah
mengutus beberapa oarang yang bernama arab ke kerajaan Tiongkok, hal ini
menunjukan bahwa orang arab sudah banyak menghuni wilayah Sumatera dan ikut serta
dalam memainnkan peranan penting di kerajaan Sriwijaya, terutama dalam hal
perdagangan. Hingga mempengaruhi masyarakat Sumatera, terutama melayu dalam hal
seni musik, yaitu gambus dan tari Zapin. Curt Sachs pada bukunya yang berjudul The
History of Musical Instruments, menjelaskan Migrasi dan penaklukan Islam membawa kecapi ini ke timur dari Persia sampai
Sulawesi, dan ke selatan Madagaskar. Di semua negara ini telah disebut dengan
nama mungkin berasal dari Turki, dan dieja secara beragam, seperti gambus,
kabosa atau qopuz. Dilansir dari Historia.id dalam salah
satu artikelnya menuliskan bahwa musik gambus dipopulerkan oleh syeh AlBar
yaitu ayah dari Ahmad Albar pada 1930-an. Dalam artikel lainnya menjelaskan
bahwa, penyanyi perempuan musik gambus di Indonesia pada tahun 1960-an adalah
Rofiqoh Dharto Wahab.
Pada tahun 1970-an, banyak
orkes gambus dan kasidah bertebaran di Jawa dan Sumatera, seperti orkes gambus
El-Badr, Al-Wathon, Alfata, El-Suraya, Nasida ria yang memiliki vocal perempuan
legendaris seperti, Rofiqoh Dharto Wahab, Djuwariyah MA, Elyya Khadam, Nur
Asiah Jamil. Orkes-orkes tersebut memiliki kecenderungan masing-masing dalam
nada-nada didalamnya. Seperti Nasida Ria orkes kasidah ini sudah
mengkombinasikan beberapa alat musiknya menggunakan peralatan modern, seperti
gitar listrik dan dan gitar bas. Beberapa masih murni menggunakan nada gambus
khas yaman, ada pula yang sudah diaransmen dengan nada melayu, Hindustan dan
lagu padang pasir. Musik gambus biasanya terdiri dari beberapa instrumen, adapun
alat yang wajib digunakan yaitu gambus itu sendiri, atau dalam dunia arab biasa
disebut oud atau ‘ud. Selain itu ada kecapi arab atau qanun dalam bahasa arab,
perlengkapan lain adalah suling atau Ney, Biola, rebana, darbuka. Tatanan musik
arab jika disamakan dengan nada musik barat, masuk dalam nada minor. Musik arab
juga menggolongkan beberapa nada yang terkumpul pada beberapa maqamat, seperti
maqam bayati, hijaz, nahawand, shoba, jiharkah, rast, sikha.
Musik atau lagu arab
legendaris yang pernah populer di Indonesia adalah lagu Hamawi ya mismis yang
dibawakan oleh Rofiqoh DW, merupakan lagu yang dipopulerkan oleh Sabah, yaitu
salah seorang penyanyi Arab legendaris dari Lebanon. Selain itu ada juga lagu
Ghannili dan Al-atlal (syukaro) yang dipopulerkan oleh Ummi Kultsum, tentu
tidak asing dengan nama penyanyi arab legendaris yang satu ini. Lagu milik
Fairuz Sa ‘alu linnas juga pernah populer dalam perjalanan musik gambus
atau kasidah di Indonesia. Musik gambus di Indonesia lebih identik dengan musik
religi, yang bernafaskan dakwah Islam. Hal ini mungkin terjadi karena peran
para Ahlul Bait yamg menjadikan musik gambus menjadi salah satu sarana
dakwah. Namun dalam dunia arab sendiri musik tradisional arab, atau di
Indonesia disebut gambus, tidaklah bernuansa religius. Ibarat seperti lagu-lagu
pop di Indonesia, musik arab banyak bernuansa romance. Hingga terkadang
musik arab tradisional digunakan untuk mengiringi seorang penari perut atau
populer disebut Belly Dance. Musik arab sendiri sudah banyak bertransformasi
pada era 1950-an setelah melejitnya lagu-lagu arab modern yang dipopulerkan
oleh Fairuz. Hingga salah satu lagunya yang berjudul A'tini Nay Wa Ghanni, yang instrumen nadanya dijadikan mars muhamadiyah, dimana mars ini diciptakan oleh Djarnawi Hadikoesoemo.
Sumbangsih musik gambus
memiliki peran besar pada lahirnya musik dangdut di Indonesia. Rhoma Irama yang
pada tahun 1980-an pernah bernyanyi gambus bersama dengan orkes gambus Al-fata dan
El-badr hingga mengeluarkan beberapa album, ia memadukan musik rock, melayu,
India dan Arab, menjadikan namanya populer dengan sebutan si raja dangdut. Musik
gambus sendiri akhirnya tenggelam, peminatnya hanya orang-orang tertentu,
seperti komunitas orang arab atau komunitas penikmat musik gambus yang bertahan
hingga kini. Namun beberapa tahun silam, tepatnya pada tahun 2019, musik gambus
yang sudah dipadu dengan musik pop modern kembali populer oleh adanya Sabyan
Gambus, yang sempat menjangkau beberapa kalangan masyarakat di Indonesia. Namun
tentulah kepopuleran memiliki masanya masing-masing, ia akan bertransformasi
dengan seiring berkembangnya zaman.
Oleh : Syahril Mu'adz