Rabu, 24 Agustus 2022

Indonesia Pernah Dilanda Demam Musik Gambus dan Kasidah

 


Pada dewasa ini masyarakat Indonesia sedang demam lagu Dibanding-bandingke, higga berdengung di istana negara pada momen hari kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 2022, yang dilantunkan oleh seorang bocah berasal Banyuwangi yaitu Farel Prayoga. Lagu ini masuk pada genre dangdut yang dewasa ini sedang meledak. Selain lagu tersebut, ada juga lagu Joko Tingkir ngombe dawet, namun lagu ini menuai banyak kecaman, terutama dari golongan ulama. Lagu ini dianggap merendahkan nama besar Joko Tingkir, walaupun pada akhirnya sang pencipta lagu tersebut mengucapkan permohonan maaf. Selain lagu bergenre dagdut, Indonesia pernah dilanda beberapa genre musik, seperti genre keroncong, rock, metal, hardcore, pop, hip hop, yang terakhir adalah Gambus dan Kasidah.

               Saat ini lagu gambus atau kasidah yang bernuansa religi, hanya laku menjelang bulan ramadan atau untuk memeriahkan acara pernikahan dan khitanan. Namun hal ini tidak terjadi pada tahun 1970-an, lagu gambus dan kasidah banyak bertebaran, hingga beberapa grup musik bergenre pop seperti Koes Plus pernah membawakan genre kasidah. Sejarah kemunculan musik gambus beriringan dengan sejarah datangnya para pendatang dari Timur tengah, terutama Hadramaut, Yaman.  Dimana dalam buku Ricklefs, Sejarah Indonesia modern 1200-2008 pada pertengahan abad ke-10 M Sriwijaya telah mengutus beberapa oarang yang bernama arab ke kerajaan Tiongkok, hal ini menunjukan bahwa orang arab sudah banyak menghuni wilayah Sumatera dan ikut serta dalam memainnkan peranan penting di kerajaan Sriwijaya, terutama dalam hal perdagangan. Hingga mempengaruhi masyarakat Sumatera, terutama melayu dalam hal seni musik, yaitu gambus dan tari Zapin. Curt Sachs pada bukunya yang berjudul The History of Musical Instruments, menjelaskan Migrasi dan penaklukan Islam membawa kecapi ini ke timur dari Persia sampai Sulawesi, dan ke selatan Madagaskar. Di semua negara ini telah disebut dengan nama mungkin berasal dari Turki, dan dieja secara beragam, seperti gambus, kabosa atau qopuz. Dilansir dari Historia.id dalam salah satu artikelnya menuliskan bahwa musik gambus dipopulerkan oleh syeh AlBar yaitu ayah dari Ahmad Albar pada 1930-an. Dalam artikel lainnya menjelaskan bahwa, penyanyi perempuan musik gambus di Indonesia pada tahun 1960-an adalah Rofiqoh Dharto Wahab.

                     Pada tahun 1970-an, banyak orkes gambus dan kasidah bertebaran di Jawa dan Sumatera, seperti orkes gambus El-Badr, Al-Wathon, Alfata, El-Suraya, Nasida ria yang memiliki vocal perempuan legendaris seperti, Rofiqoh Dharto Wahab, Djuwariyah MA, Elyya Khadam, Nur Asiah Jamil. Orkes-orkes tersebut memiliki kecenderungan masing-masing dalam nada-nada didalamnya. Seperti Nasida Ria orkes kasidah ini sudah mengkombinasikan beberapa alat musiknya menggunakan peralatan modern, seperti gitar listrik dan dan gitar bas. Beberapa masih murni menggunakan nada gambus khas yaman, ada pula yang sudah diaransmen dengan nada melayu, Hindustan dan lagu padang pasir. Musik gambus biasanya terdiri dari beberapa instrumen, adapun alat yang wajib digunakan yaitu gambus itu sendiri, atau dalam dunia arab biasa disebut oud atau ‘ud. Selain itu ada kecapi arab atau qanun dalam bahasa arab, perlengkapan lain adalah suling atau Ney, Biola, rebana, darbuka. Tatanan musik arab jika disamakan dengan nada musik barat, masuk dalam nada minor. Musik arab juga menggolongkan beberapa nada yang terkumpul pada beberapa maqamat, seperti maqam bayati, hijaz, nahawand, shoba, jiharkah, rast, sikha.

                     Musik atau lagu arab legendaris yang pernah populer di Indonesia adalah lagu Hamawi ya mismis yang dibawakan oleh Rofiqoh DW, merupakan lagu yang dipopulerkan oleh Sabah, yaitu salah seorang penyanyi Arab legendaris dari Lebanon. Selain itu ada juga lagu Ghannili dan Al-atlal (syukaro) yang dipopulerkan oleh Ummi Kultsum, tentu tidak asing dengan nama penyanyi arab legendaris yang satu ini. Lagu milik Fairuz Sa ‘alu linnas juga pernah populer dalam perjalanan musik gambus atau kasidah di Indonesia. Musik gambus di Indonesia lebih identik dengan musik religi, yang bernafaskan dakwah Islam. Hal ini mungkin terjadi karena peran para Ahlul Bait yamg menjadikan musik gambus menjadi salah satu sarana dakwah. Namun dalam dunia arab sendiri musik tradisional arab, atau di Indonesia disebut gambus, tidaklah bernuansa religius. Ibarat seperti lagu-lagu pop di Indonesia, musik arab banyak bernuansa romance. Hingga terkadang musik arab tradisional digunakan untuk mengiringi seorang penari perut atau populer disebut Belly Dance. Musik arab sendiri sudah banyak bertransformasi pada era 1950-an setelah melejitnya lagu-lagu arab modern yang dipopulerkan oleh Fairuz. Hingga salah satu lagunya yang berjudul A'tini Nay Wa Ghanni, yang instrumen nadanya dijadikan mars muhamadiyah, dimana mars ini diciptakan oleh Djarnawi Hadikoesoemo.

                     Sumbangsih musik gambus memiliki peran besar pada lahirnya musik dangdut di Indonesia. Rhoma Irama yang pada tahun 1980-an pernah bernyanyi  gambus bersama dengan orkes gambus Al-fata dan El-badr hingga mengeluarkan beberapa album, ia memadukan musik rock, melayu, India dan Arab, menjadikan namanya populer dengan sebutan si raja dangdut. Musik gambus sendiri akhirnya tenggelam, peminatnya hanya orang-orang tertentu, seperti komunitas orang arab atau komunitas penikmat musik gambus yang bertahan hingga kini. Namun beberapa tahun silam, tepatnya pada tahun 2019, musik gambus yang sudah dipadu dengan musik pop modern kembali populer oleh adanya Sabyan Gambus, yang sempat menjangkau beberapa kalangan masyarakat di Indonesia. Namun tentulah kepopuleran memiliki masanya masing-masing, ia akan bertransformasi dengan seiring berkembangnya zaman.




Oleh : Syahril Mu'adz


Previous Post
Next Post

Silahkan menulis di blog ini semau anda, yang penting punya hasrat untuk menulis

0 komentar: