Jumat, 09 Oktober 2020

Catatan Seoarang Demonstran Amatir

 


Pada tanggal 07 Oktober 2020, aku terbangun dari tidurku. Seperti hari-hari biasa aku terbangun kesiangan. Semalam suntuk aku memantengi HP milikku, untuk menelaah dan menganalisis UU Cipta kerja yang tengah ramai ditolak dari berbagai kalangan. Sampai pukul 05.00 WIB aku belum menemukan kejanggalan yang ada pada draft UU yang telah tersebar di berbagai WA group. Aku masih belum percaya dengan media masa yang memberitakan pasal-pasal kontroversial yang ada pada Undang-Undang Cipta Kerja. 

Aku terbangun pukul 11.00 WIB pada hari itu ada demonstrasi di depan gedung DPRD Jateng, sudah banyak teman-teman yang ada di Semarang berkumpul di Pos 4 Pelabuhan Tanjung emas. Namun aku belum sepenuhnya yakin dengan isu-isu yang diberitakan oleh media. Maka aku mengulanginya sekali lagi untuk mengkaji UU Cipta kerja. Ditambah lagi tersebar di beberapa grup WA ternyata ada banyak Hoax yang tersebar dalam isu UU Cipta kerja tersebut. 

Didalam grup WA terdapat sedikit perdebatan antara saya dengan teman saya. Langsung saja saya japri dia. Saya bertanya beberapa pasal yang saya rasa mengganjal dan hal itu banyak di jawab olehnya, kebetulan dia adalah mahasiswa hukum jadi saya lumayan percaya akan wawasan yang ia miliki terkai hukum. 

Tersebar lagi berita bahwa PBNU dan Muhammadiyah menolak Omnibus Law yang didalamnya terdapt pasal-pasal yang tidak pro dengan rakyat. PB PMII dan Ormas-Ormas yang lain juga banyak yang menolak Omnibus law yang sudah disahkan pada 05 Oktober 2020. 

Pada pukul 13.30 WIB aku melihat story WA milik adik kelas yang memposting foto di Semarang, aku japri lah dia, tidak kusangka ternyata dia hanya memposting foto saja, sedangkan dirinya masih leyeh-leyeh di kontrakan miliknya. Lalu saya bertanya dengannya, apakah mau ikut denganku untuk pergi ke Semarang. Tanpa pikir panjang dia pun mau saya ajak ke Semarang, saya berkata kepada nya, apabila nanti demonya sudah selesai kita mampir dulu di rumahku. 

Pada pukul 14.30 WIB tepat aku berangkat dari Salatiga. Karena motor milikku dibawa oleh seorang teman perempuan, maka saya pinjam ke teman. Dengan kecepatan rata-rata 80km kita sampai di Semarang pukul 15.45. Awalnya kita ragu-ragu apakah demonstrasi tersebut masih berlangsung. Dan ternyata tidak seperti yang kita kira, para demonstran masih memadati sekitar gerbang DPRD Jateng.

Kurang lebih berjarak 50 meter dari pendemo, kita memarkirkan motor, namun dirasa kurang puas, kami pun mendekati pendemo. Saat itu kami berjarak sekitar sepuluh meter dari gerbang DPRD yang ternyata sudah saling dorong. Temanku menemukan kawan-kawan dari Salatiga. Sembari menunggunya, aku menyulut rokok dan tiba-tiba..... Dorr..... Dorr...... Suara gas air mata ditembakkan oleh aparat. 

Dokumen pribadi : Sesaat sebelum gas air mata ditembakkan kearah pendemo

Para pendemo seketika pecah, tanpa pikir panjang motor yang kutunggangi, kubawa menghindari amukan aparat. Namun temanku kutinggalkan, akan tetapi aku masih bisa melihatnya diantara kerumunan para pendemo yang tengah menyelamatkan diri, karena panik  akan hal yang tidak kuinginkan terjadi, maka dengan rasa bersalah aku menunnggunya untuk bisa bersama dengannya. 

Kami menuju perkampungan dibelakang gedung BI. Ternyata banyak para pendemo yang rata-rata mahasiswa, berlindung disana. Banyak dari mereka pingsan karena efek gas air mata. Baru kali ini saya merasakan gas air mata, memang wajar saja kalau ada yang pingsan, gas ini bisa menimbulkan sesak nafas, wajah terasa terbakar, mata perih seperti terkena cairan cabai. Aku dan sahabat ku ini, mau tidak mau harus ikut membantu mahasiswa yang tengah kewalahan dengan tindakan represif aparat. Sahabat ku mendapatkan kabar bahwa banyak dari kawan-kawan Salatiga yang tertangkap oleh aparat. 

Para mahasiswa ingin memukul mundur aparat, namun yang terjadi adalah serangan gas air mata yang ditembakan bertubi-tubi. Para pendemo terkepung di daerah Peleburan, ketegangan berlangsung kurang lebih satu jam, karena situasi yang kian mendesak kita memutuskan untuk pulang dan namun kami juga menemukan kesulitan, yaitu keluar dari kepungan aparat, mereka mensweaping kawasan-kawasan yang menjadi persembunyian para demonstran. akhirnya kami lolos dengan melewati jl. Sriwijaya dan langsung menuju rumah untuk rehat. 

Mungkin inilah pengalaman pertama saya mengalami chaos saat demonstrasi. Selama saya menjadi mahasiswa di kota Salatiga, saat aksi turun kejalan di Salatiga belum pernah terjadi kericuhan seperti di kota-kota yang lain. Disini sepertinya sangat mudah untuk audiensi langsung dengan pejabat-pejabat yang ada. Mereka sangat terbuka dengan Masyarakat di kota ini, mungkin hal tersebut yang menjadikan kota ini menjadi aman dan kondusif. 

Sekian terimakasih


Previous Post
Next Post

Silahkan menulis di blog ini semau anda, yang penting punya hasrat untuk menulis

0 komentar: