Pada suatu malam yang menegangkan, tiba-tiba terdengar suara letusan. Sontak aku terbangun dan bergegas pergi dari tempat tidurku. Terdengar pekikan takbir dan tangisan yang menderu.
“Revolusi..... Revolusi... Revolusi....!!!
“Allohu akbar..... Astaghfirullah.... Allohhh....”
“Dor... Dor... Dor.... “
“Tanah ini milik rakyat..... Tanah ini milik rakyat...!!!
“Bakar...... Bakar .... Bung bakar!!
Aku hanya bisa berlari kearah kebun dibelakang rumah, terseok-seok langkahku setelah kakiku banyak menabrak akar-akar pohon. Dari arah yang berlawanan, nampak begitu banyak orang yang telah membawa berbagai macam senjata.
“Mau lari kemana kamu ?” (Teriak salah seorang dari arah berlawanan itu).
Seketika aku berputar arah dan berlari menghindari gerombolan tersebut.
“Srakkkk...... “
Aku terperosok masuk kedalam aliran sungai. Tubuhku tak berdaya melawan derasnya arus, hingga terbentur batu-batu sungai. Seketika aku…
“Mas... mas? Bangun mas?” (kata pemuda itu seraya mengguncang tubuhku )
“Haaaaa.....”teriakku sambil gelagapan.
“Jangan takut Mas, mereka sudah pergi”
“Siapa mereka? Tanyaku.
“Tentara Rakyat Mas” jawabnya.
“Kenapa mereka membantai orang-orang di kampungku?
“Kata mereka, negara kita sudah tidak memihak dengan rakyat kecil Mas”
“Mereka gilaa..”
“Sudah Mas, Anda mungkin masih trauma setelah kejadian tadi malam, mari ikut Saya!”
Aku mulai menyadari ternyata banyak jasad-jasad tergeletak di bibir sungai, banyak tubuh-tubuh yang tak utuh lagi dengan kepala.
“Sebenarnya apa yang terjadi?”
“Terdengar kabar bahwa mereka itu adalah orang-orang yang berkecimpung di dunia politik Mas"
“Politik apa? Apa ini ada hubungannya dengan Bapak Presiden?
“Saya tidak tahu Mas, Kami juga tidak menyangka mereka setega itu dengan para Kiai”
“Ada apa dengan para Kiai?
“Mereka banyak diserang oleh kelompok yang mengatasnamakan Tentara Rakyat, dengan dalih telah banyak menguasai tanah dan tidak mendukung revolusi”
“Apa itu revolusi?
“Kata salah satu temanku yang ikut mereka, yaitu memperjuangkan hak rakyat dan buruh” jawabnya.
“Tapi Aku tidak tau apa masalah mereka, mengapa ia ingin membunuhku tadi malam?
“Dimana rumah mu Mas?
“Dusun Karang Asem” Jawabku.
“Alhamdulillah engkau masih selamat Mas. Saat fajar menyingsing, beredar kabar bahwa mereka telah membantai banyak warga di Dusun tersebut Mas”
Bersamanya, Aku diajak ke sebuah perkampungan yang nampak asing bagiku. Di teras-teras rumah warga terdapat kain yang bergambar bulan sabit dan bintang di tengahnya. Aku merasa curiga kepada pemuda yang membawaku kemari.
“Hei? kamu ingin membunuhku ya? Tanyaku dengan nada tinggi.
“Tenang Mas, kamu akan aman di sini, kita berbeda dengan mereka”
Aku memberi jarak dengannya, rasa kecurigaan ku semakin menguat ketika ada segerombolan orang yang datang membawa bilah pedang ditangan mereka. Tanpa pikir panjang Aku berbalik arah dan lari meninggalkan tempat itu.
“Brakkk” tubuhku tersungkur ketanah untuk yang kesekian kali.
Tiba-tiba pemuda tadi mengulurkan tangannya dan membantuku untuk beranjak.
“Tenang Mas, kita nggak akan membunuh sampean, sekarang ikutlah anak ini kerumahnya. Silakan (baku Silakan) bersihkan diri anda! Kata salah seorang dari mereka.
“Ada apa dengan negara ini? Mengapa kita saling membunuh?
“Sudah Mas, tenangkan dirimu. Ayo kita istirahat dulu dirumah saya! Seraya merangkul pundak ku, dia menuntunku kerumahnya.
Pada saat malam tiba, suasana mencekam terulang kembali. Aku tidak diperkenankan oleh pemuda itu untuk keluar rumah.
“Pemberontak datang... Pemberontak datang!! Allohuakbar.....”
Pekikan itu terus terdengar dan lambat laun semakin menghilang ditelan jarak. Aku melihat mereka yang ternyata saling mengayunkan bilah pedang. Aku semakin ketakutan, dengan sisa tenagaku, aku berlari ke pintu belakang dan ternyata pintu itu sudah dikunci rapat-rapat. Aku mengintip dari balik jendela. Betapa terkejutnya aku, melihat mereka yang saling kebal akan bacokan dan muntahan-muntahan timah panas.Tentara Rakyat banyak yang dihabisi oleh warga desa ini.
Malam itu pun rasanya berlalu begitu cepat. Aku merebahkan tubuhku dengan mata yang sulit kupejamkan. Sembari berpikir “Ada apa dengan masyarakaat ini, mengapa mereka saling membunuh, dulu saat diserbu oleh kerajaan seberang kita bersama-sama berjuang melawannya. Namun sekarang ada apa? Tak terasa aku sudah lupa akan pikiran-pikiran itu dan.....”
NULISONDES